Industri Manga Jepang Terancam Krisis karena Kekurangan Mangaka


Industri manga Jepang telah mengalami perkembangan pesat dalam satu dekade terakhir. Hal ini terbukti dari semakin beragamnya judul manga yang dirilis setiap tahun, serta kesuksesan yang berhasil diraih oleh banyak di antaranya. Keberagaman ini memberikan lebih banyak pilihan bagi para penggemar, sehingga mereka dapat menemukan manga yang sesuai dengan selera dan preferensi masing-masing.

Tak hanya itu, perkembangan industri anime juga memberikan dampak signifikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap industri manga. Manga yang diadaptasi menjadi anime dan mendapat sambutan positif dari penggemar biasanya akan mengalami peningkatan penjualan yang signifikan. Salah satu contoh terbaru adalah manga Dandadan, yang meraih popularitas luar biasa setelah diumumkan mendapatkan adaptasi anime. Dampaknya, penjualan manga Dandadan melonjak drastis.

Namun, di balik kesuksesan industri manga Jepang, ternyata ada masalah serius yang mulai mencuat ke permukaan. Hal ini diungkapkan langsung oleh pelaku industri manga, Tomio Hidaka, penulis Ain Soph in the Finite World (Yuugen Sekai no Ain Soph), melalui sebuah unggahan di media sosial X.

Dalam cuitannya, Hidaka menyatakan:

“Ngomong-ngomong, sepertinya sekarang ini benar-benar tidak cukup banyak ilustrator manga. Saya mendengar bahwa bahkan jika naskah sudah disetujui dalam rapat penerbit, proyek tidak bisa dimulai karena tidak ada ilustrator yang tersedia. Para penulis yang berhasil menemukan pasangan yang cocok dengan ilustrator bisa dibilang sangat beruntung.”

Pernyataan ini dengan cepat menjadi viral dan memicu diskusi luas mengenai tantangan yang dihadapi para mangaka, terutama dalam hal ketersediaan ilustrator. Kekurangan ilustrator membuat banyak proyek manga tertunda, bahkan beberapa terpaksa dibatalkan karena tidak bisa menemukan tenaga visual yang sesuai.

Realitas di industri manga memang kompleks. Beberapa mangaka menangani sendiri seluruh proses, mulai dari penulisan cerita hingga ilustrasi. Namun, sebagian lainnya lebih memilih untuk berkolaborasi dengan ilustrator profesional agar bisa fokus pada aspek naratif. Salah satu contoh adalah Aka Akasaka, penulis Kaguya-sama: Love is War, yang dalam beberapa wawancara menyatakan bahwa ia kini memilih untuk fokus menulis naskah dan menyerahkan ilustrasi kepada seniman lain. Strategi ini memungkinkan penulis untuk mengurangi beban kerja fisik sekaligus menjaga kualitas cerita.

Fenomena kolaborasi semacam ini sebenarnya bukan hal baru, dan bahkan semakin umum ditemui di industri manga maupun industri kreatif global. Meski begitu, masih ada mangaka seperti Eiichiro Oda (One Piece) dan Makoto Yukimura (Vinland Saga) yang memilih untuk menangani kedua aspek tersebut sendirian. Meskipun sangat menguras tenaga, pendekatan ini memberikan mereka kendali penuh atas visi kreatif dari karya mereka.

Baca Juga
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال