Korea Selatan Siap Bersaing dengan Anime Jepang

Persaingan di industri animasi global kini semakin sengit. Jika sebelumnya industri animasi Barat, khususnya Hollywood, sangat mendominasi dan nyaris tak tertandingi oleh negara lain, saat ini persaingan tampak lebih seimbang. Setiap negara mulai menunjukkan taringnya di kancah animasi dunia. Dominasi Hollywood pun mulai goyah, baik karena penurunan kualitas maupun karena penyisipan berbagai kampanye kontroversial yang kurang tepat sasaran, sehingga berpengaruh terhadap pencapaian target penonton potensial.

Melihat peluang tersebut, industri animasi di wilayah Asia pun bergerak cepat untuk menjangkau pasar global. Jepang dan Tiongkok menjadi dua negara yang sudah lebih dulu memulai ekspansi mereka. Jepang dengan anime-nya berhasil meraih pasar global dalam beberapa dekade terakhir, bahkan mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Sementara itu, Tiongkok mengejutkan dunia dengan kesuksesan film animasi Ne Zha 2, yang menjadi film animasi terlaris sepanjang masa di negara tersebut. Belum lama ini, donghua Super Cube kembali menarik perhatian dunia berkat kualitas animasinya yang luar biasa, hingga memunculkan kekhawatiran bahwa industri anime Jepang bisa saja terancam. Bahkan animator One Punch Man ikut memberikan komentarnya.

Fenomena ini menunjukkan bahwa industri animasi Asia telah siap bersaing secara global. Jika dulu hanya Jepang yang mendominasi pasar internasional, kini Tiongkok juga ikut menjadi pesaing kuat. Namun bukan hanya Tiongkok yang patut diperhitungkan; Korea Selatan juga mulai menunjukkan potensi besar untuk menjadi pesaing baru industri animasi Jepang di masa depan.

Pemerintah Korea Selatan melalui Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata telah mengumumkan Rencana Dasar untuk Promosi Industri Animasi, sebagaimana dilaporkan oleh The Korea Herald. Dalam rencana tersebut, pemerintah akan membentuk dana khusus animasi sebesar 20 miliar won (sekitar 14 juta USD) pada tahun 2025, dengan target mencapai 150 miliar won (sekitar 100 juta USD) pada tahun 2029.

Inisiatif ini bertujuan memperluas pengaruh animasi Korea di pasar global, memanfaatkan kesuksesan webtoon dan novel web, serta mengembangkan spin-off berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk memaksimalkan nilai kekayaan intelektual. Rencana ini juga mencakup diversifikasi target audiens, dari yang semula berfokus pada anak-anak prasekolah menjadi mencakup audiens dewasa muda dan yang lebih tua. Korea juga berupaya mengurangi ketergantungan pada televisi dengan memfokuskan distribusi konten ke platform streaming dan video pendek, yang kini menjadi pusat konsumsi media global.

Strategi lain yang diusung termasuk pelatihan bisnis untuk produk spin-off, menghubungkan kreator kecil dengan perusahaan besar, serta pengembangan talenta melalui kerja sama dengan universitas. Di tingkat internasional, Korea Selatan akan memperkenalkan insentif berupa pengembalian uang tunai untuk produksi asing yang dibuat di negaranya, dengan fokus khusus pada Tiongkok dan Asia Tenggara. Salah satu fokus utama adalah pengembangan ekosistem produksi dan distribusi animasi berbasis AI serta dukungan terhadap perusahaan rintisan di sektor animasi, termasuk pengembangan alat antipembajakan berbasis AI.

Namun, meskipun upaya yang dilakukan Korea Selatan tergolong besar, bersaing langsung dengan industri anime Jepang tetap menjadi tantangan berat. Jepang memiliki pengalaman puluhan tahun, infrastruktur kreatif yang sangat kuat, serta merek budaya yang telah melekat di hati penggemar global. Anime Jepang bukan hanya unggul dari segi kualitas dan kuantitas, tetapi juga telah membangun hubungan emosional mendalam dengan penonton di seluruh dunia, sesuatu yang masih berusaha dibangun oleh Korea.

Kendati demikian, Korea telah mencatat kemajuan signifikan. Studio seperti Red Dog Culture House, yang menjalin aliansi strategis dengan Studio Pierrot (pembuat Naruto dan Bleach), menunjukkan langkah konkret menuju persaingan global. Selain itu, perusahaan besar seperti Netmarble kini juga terlibat dalam produksi serial anime populer seperti Solo Leveling dan Shangri-La Frontier, menunjukkan kolaborasi lintas platform antara animasi dan industri game.

Meskipun Korea Selatan belum memiliki pengaruh historis sekuat Jepang, strategi inovasi teknologi, kolaborasi internasional, dan fokus pada pengembangan konten original berpotensi membuka jalan untuk merebut segmen pasar baru, terutama di kalangan generasi muda global. Keberhasilan jangka panjang mereka akan sangat bergantung pada kemampuan untuk menciptakan karya-karya autentik yang mampu menembus batas budaya dan membangun identitas kuat di dunia animasi internasional yang semakin kompetitif.

Baca Juga
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال