Industri animasi di Asia dalam beberapa tahun terakhir telah berkembang sangat pesat. Hal ini dapat dibuktikan oleh keberhasilan film animasi asal Tiongkok, Ne Zha 2, yang secara mengejutkan menjadi film animasi terlaris di dunia, menggeser posisi Inside Out 2 yang sebelumnya memegang rekor tersebut. Perkembangan ini juga didorong oleh meningkatnya kualitas produksi animasi Asia, sekaligus menurunnya kualitas animasi dari industri Hollywood. Beberapa kampanye kontroversial yang dilakukan studio Hollywood turut menyebabkan hilangnya sebagian pasar penonton potensial.
Melihat tren positif ini, negara-negara Asia lainnya tidak ingin ketinggalan. Salah satunya adalah Korea Selatan yang juga memiliki industri animasi dengan potensi dan kualitas tinggi. Dalam upaya mendukung pertumbuhan industri ini, pemerintah Korea Selatan memberikan dukungan besar dengan menyusun strategi investasi senilai $1 miliar, bertujuan untuk mengangkat industri animasi nasional menjadi kekuatan global.
Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Korea Selatan baru-baru ini meluncurkan “Rencana Dasar untuk Promosi Industri Animasi”, sebuah inisiatif lima tahun untuk mengatasi berbagai masalah struktural yang menghambat pertumbuhan industri ini. Beberapa isu yang ingin diatasi antara lain ketergantungan pada konten anak-anak prasekolah, dominasi siaran TV tradisional, dan kondisi produksi yang menantang.
Sebagai langkah awal, pemerintah menggelontorkan dana animasi sebesar KRW 200 miliar ($140 juta) tahun ini, dan berencana meningkatkannya hingga KRW 1,5 triliun ($1 miliar) pada tahun 2029. Untuk menarik kolaborasi internasional, pemerintah akan menawarkan insentif pengembalian tunai (cash rebate) bagi produksi bersama (co-production) yang memenuhi syarat dan sebagian besar dilakukan di Korea.
Inisiatif ini juga menekankan diversifikasi penonton, khususnya dengan dukungan terhadap konten untuk remaja dan dewasa. Fokus akan diarahkan ke platform streaming, video pendek, dan adaptasi lintas media dari webtoon dan novel web populer. Pemerintah juga mendorong pengembangan spin-off berbasis AI guna memperpanjang umur dan nilai kekayaan intelektual (IP).
Beberapa kesuksesan terbaru seperti Heartsping: Teenieping of Love, yang menjadi film animasi dengan pendapatan tertinggi kedua di Korea dengan 1,2 juta penonton, menjadi bukti potensinya. Tak ketinggalan, film legendaris Leafie: A Hen Into the Wild (2011) dengan 2,2 juta penonton dan waralaba Pororo the Little Penguin yang telah menghasilkan 11 film juga menunjukkan kekuatan IP lokal.
Untuk ekspansi global, Korea Selatan akan menyasar pasar Asia yang sedang berkembang, termasuk Tiongkok Raya dan Asia Tenggara. Pemerintah akan membentuk paviliun bersama di pasar animasi utama dan mengaktifkan Pusat Kebudayaan Korea serta Pusat Bisnis Konten Korea dalam kampanye pemasaran global. Dukungan untuk proses lokalisasi seperti pengisian suara (dubbing) dan subtitle juga disiapkan.
Rencana besar ini juga mencakup pengembangan teknologi berbasis AI dalam proses produksi dan distribusi, serta membangun ekosistem inovatif yang mendukung startup animasi. Pemerintah akan mengembangkan dataset pelatihan AI bergaya Korea dan membentuk Komite Promosi Animasi Kedua yang terdiri dari para ahli media baru. Selain itu, legislasi baru dirancang untuk mendukung konten berbasis manusia virtual dan video pendek.
Pengembangan talenta menjadi fokus utama lainnya. Program pelatihan bagi perencana animasi, penulis, dan profesional produksi berbasis AI akan dijalankan bersama universitas-universitas.
Pada 2023, industri animasi Korea mencatatkan pendapatan sebesar $764 juta, naik 23% dibanding tahun sebelumnya angka yang jauh melebihi pertumbuhan sektor konten secara keseluruhan yang hanya sebesar 2,1%. Kementerian Kebudayaan menargetkan pendapatan mencapai $1,3 miliar dan ekspor meningkat dari $120 juta pada 2023 menjadi $170 juta pada 2030.
Langkah strategis Korea Selatan ini terbilang berani, tetapi hasil-hasil positif dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan potensi besar untuk menjadikan Korea sebagai pusat animasi global. Apalagi Korea telah memiliki banyak franchise manhwa besar yang terbukti sukses ketika diadaptasi menjadi animasi, seperti Solo Leveling. Meskipun diproduksi oleh studio Jepang A-1 Pictures, kesuksesan Solo Leveling membuktikan bahwa IP lokal seperti manhwa memiliki potensi global yang besar terlebih jika kelak lebih banyak studio animasi Korea yang terlibat dalam proses adaptasi hingga dapat mengancam industri anime jepang.Bila arah ini terus berlanjut, bukan tak mungkin industri animasi Korea Selatan akan menjadi pesaing serius, tidak hanya bagi Asia, tetapi juga secara global.